Crash harga Bitcoin baru-baru ini di bawah US$100.000, level terendah sejak Juni, kembali memantik kekhawatiran di kalangan investor kripto. Meski demikian, dua figur pasar kenamaan justru menawarkan pandangan optimistis tentang ke mana arah Bitcoin selanjutnya.
Chief investment officer Bitwise, Matt Hougan, menilai bahwa kemerosotan terbaru ini lebih mencerminkan puncak kapitulasi ritel ketimbang awal dari crash yang lebih curam. “Ritel kripto berada dalam kondisi putus asa maksimal,” bebernya kepada CNBC’s Crypto World pada Selasa (4/11). “Kita telah melihat leverage blowouts... pasar untuk ritel kripto native benar-benar lebih muram daripada yang pernah saya saksikan.”
Hougan mengatakan ada semakin banyak tanda bahwa fase sell-off ini mendekati titik jenuh. “Ketika saya berbicara dengan institusi atau penasihat keuangan, mereka tetap antusias mengalokasikan dana ke kelas aset yang—jika Anda melihat dalam cakupan setahun—masih memberikan imbal hasil yang sangat kuat,” katanya.
Ia juga meyakini bahwa setelah gelombang pembersihan ritel berakhir, arus masuk institusional dapat kembali mengerek harga. “Saya pikir Bitcoin bisa dengan mudah menutup tahun ini di level all-time high baru,” katanya, sembari menyebut potensi rentang US$125.000 hingga US$130.000.
Baca Juga: Bot AI Murah Asal Cina Kalahkan ChatGPT dalam Kompetisi Trading Crypto
Utang AS Akan Paksa The Fed Terapkan “Stealth QE”, Ujar Hayes
Sementara itu, mantan CEO BitMEX Arthur Hayes menegaskan bahwa likuiditas struktural akan menjadi pemantik utama reli berikutnya. Dalam esai tertanggal 4 November, ia menilai bahwa ketergantungan pemerintah AS yang kian besar pada penerbitan utang pada akhirnya bakal memaksa Federal Reserve memperluas neracanya.
Hayes menyebut proses ini sebagai “stealth QE”, yakni kondisi ketika The Fed menyuntikkan likuiditas ke sistem keuangan melalui Standing Repo Facility guna menopang pembiayaan Treasury.
Sebagai informasi, QE sendiri adalah quantitative easing, yakni kebijakan moneter bank sentral yang mengguyur perekonomian dengan membeli aset keuangan seperti obligasi pemerintah, sehingga memperbesar suplai uang beredar.
“Jika neraca The Fed membengkak, itu berarti likuiditas dolar meningkat, dan pada akhirnya mendongkrak harga Bitcoin dan aset kripto lainnya,” tulis Hayes. Menurutnya, siklus kenaikan utang pemerintah dan penciptaan likuiditas secara senyap ini akan “menyalakan kembali bull market Bitcoin.”
Baca Juga: 7 Kesalahan yang Wajib Dihindari Ketika Trading Crypto Futures
Bitcoin Masuki Fase Bear Market
Dalam unggahan di X pada Selasa, Mosaic Asset dan The Kobeissi Letter menegaskan bahwa Bitcoin (BTC) kini resmi memasuki fase bear market setelah anjlok lebih dari 20% dari rekor tertingginya pada 6 Oktober.
Sebagian trader turut memperingatkan bahwa tekanan jual bisa berlanjut. Investor Ted Pillows menyebut pasar berada dalam kondisi “free fall” (terjun bebas), dan memproyeksikan kemungkinan retest gap CME di US$92.000 apabila zona US$100.000 tidak sanggup bertahan.
Baca Juga: Zcash (ZEC) Cetak Puncak 8 Tahun, Geser Monero Jadi Koin Privasi Nomor Wahid