Ringkasan:

  • Harga Bitcoin rubuh 17% dari level all-time high pada Selasa, jatuh di bawah US$104.000.

  • Total likuidasi di pasar crypto sentuh US$1,3 miliar (Rp21,71 T) dalam 24 jam terakhir.

  • Trader menilai Bitcoin wajib segera rebut kembali level US$105.000 guna cegah koreksi lebih curam menuju US$100.000.


Para bear Bitcoin (BTC) memperpanjang aksi jual ke sesi perdagangan Eropa pada Selasa (4/11), menyusul crash ke US$104.000 yang memicu gelombang besar likuidasi posisi ber-leverage di seluruh pasar crypto.

Grafik Harian BTC/USD | Sumber: Cointelegraph/TradingView

Bitcoin Hapus Likuiditas saat Harga Crash ke US$104.000

Harga BTC menukik ke angka US$104.130 pada Selasa, memulas lonjakan harga hari Minggu yang sempat menyentuh US$111.000, seiring para trader derivatif mengambil sikap risk-off alias menghindari risiko.

Penurunan ini memperlebar jarak dari rekor all-time high (ATH) pada 6 Oktober di US$126.000 menjadi 17%, disertai dengan gelombang besar likuidasi di pasar derivatif crypto.

Baca Juga: 7 Kesalahan yang Wajib Dihindari Ketika Trading Crypto Futures

Lebih dari US$1,21 miliar posisi long telah terbantai likuidasi, di mana Bitcoin menyumbang US$377 juta dari total tersebut. Ethereum (ETH) berada di posisi kedua dengan likuidasi long senilai US$316,6 juta.

Secara keseluruhan, total US$1,36 miliar tersapu dari pasar akibat likuidasi posisi short dan long, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini.

Likuidasi Kripto (tangkapan layar) | Sumber: CoinGlass

Adapun likuidasi tunggal terbesar terjadi di HTX, di mana posisi long BTC-USDT senilai US$47,87 juta ditutup paksa.

Kumpulan besar likuidasi long biasanya menjadi sinyal kapitulasi pasar dan berpotensi menandai bottom (titik dasar) jangka pendek, sedangkan gelombang besar likuidasi short kerap mendahului puncak harga lokal saat momentum harga berbalik arah.

Data tambahan dari CoinGlass juga menguak crash 4% pada open interest (OI) futures Bitcoin selama 24 jam terakhir di seluruh exchange. Adapun drop yang paling signifikan terjadi di Chicago Mercantile Exchange (CME), di mana open interest Bitcoin amblas 9% dalam periode yang sama.

Kendati posisi futures long (pembeli) dan short (penjual) selalu seimbang, turunnya open interest (OI) menunjukkan berkurangnya penggunaan leverage dan partisipasi pasar, yang berpotensi menandakan melemahnya sentimen bullish.

Sebagai contoh, ambruknya OI sebesar 10% antara 19–28 September disertai dengan penurunan harga BTC sebesar 8%.

Baca Juga: MEXC Akhirnya Minta Maaf ke Trader “White Whale” atas Pembekuan Dana Rp50 Miliar

US$100.000 Kini Jadi Benteng Pertahanan Terakhir Bitcoin

BTC sempat menyentuh level terendah di bawah US$105.000, menimbulkan pertanyaan di kalangan trader tentang di mana Bitcoin kemungkinan akan menemukan support berikutnya.

“Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya para bear berhasil memaksa terjadinya breakdown pada Bitcoin,” tutur trader populer Jelle dalam unggahan di platform X pada Selasa.

Menurut Jelle, Bitcoin harus segera merebut kembali zona US$105.000–US$107.000 guna menghindari koreksi lebih dalam menuju US$100.000.

“Area support berikutnya ada di US$100.000,” tambahnya.
Grafik Harian BTC/USD | Sumber: Jelle

Trader Bitcoin AlphaBTC menyatakan bahwa penutupan candlestick harian di bawah level terendah kemarin (3/11), yakni sekitar US$105.300, berisiko memantik gelombang koreksi baru yang menembus level psikologis US$100.000.

Sebagaimana yang sempat dilaporkan Cointelegraph, para bull wajib untuk secara kokoh menopang level US$100.000. Sebab jika level tersebut akhirnya runtuh, Bitcoin berisiko memasuki tren turun berikutnya.

Artikel ini tidak memuat saran maupun rekomendasi investasi. Setiap keputusan investasi dan aktivitas trading mengandung risiko, dan pembaca diimbau untuk melakukan riset mandiri sebelum mengambil keputusan.