Initial coin offering (ICO) jaringan layer-2 (L2) Ethereum MegaETH dikabarkan telah “terjual habis” hanya dalam hitungan menit dan kini mengalami kelebihan permintaan sekitar US$400 juta, seiring para pengguna berebut mendapatkan alokasi token MEGA.
Jaringan L2 Ethereum tersebut membuka lelang token MEGA pada Senin (27/10) dengan batas penggalangan dana di bawah US$50 juta. Namun hanya dalam beberapa jam, komitmen dana telah melampaui US$450 juta (Rp7,48 triliun).
Secara total, ICO ini akan mengalokasikan 5% dari total pasokan 10 miliar token, dengan tawaran maksimum sebesar US$186.282 dan minimum US$2.650. Partisipan juga dapat memilih masa penguncian (lock-up) selama satu tahun untuk mendapatkan diskon 10%.
Karena terjadi kelebihan permintaan, mekanisme alokasi khusus akan digunakan ketika waktu hitung mundur berakhir dalam dua hari, menurut keterangan di laman FAQ lelang. Mekanisme tersebut akan mempertimbangkan tingkat keterlibatan pengguna sebelumnya di komunitas MegaETH dan Ethereum, serta apakah mereka memilih opsi lock-up.
White paper proyek mencantumkan tanggal peluncuran token pada Januari 2026. Token MEGA nantinya akan dapat diperdagangkan di sejumlah centralized exchange dan decentralized exchange yang beroperasi di jaringan MegaETH. Selain berfungsi sebagai token ERC-20 standar, MEGA juga akan bertindak sebagai “mesin ekonomi” untuk dua fitur infrastruktur baru, yakni sequencer rotation dan proximity markets.
Lonjakan Penjualan Token MegaETH: Keyakinan atau Sekadar FOMO?
Laporan di platform X mengungkap bahwa penjualan token MegaETH mengalami kelebihan permintaan hanya dalam hitungan menit, dan dalam dua jam pertama telah mencapai lima kali lipat dari batas penggalangan dana. Sebanyak 819 alamat wallet mengajukan tawaran maksimum, menurut data dari platform analitik blockchain Arkham.
b
Analis dari platform analitik on-chain Santiment, Brian Q, menilai pada Selasa bahwa “pembelian agresif dan serempak seperti ini bisa menjadi red flag”.
“Ketika terlalu banyak partisipan bergerak ke arah yang sama secara bersamaan, hal itu dapat memperkuat tekanan spekulatif, meningkatkan risiko reversal tajam, dan lebih mencerminkan dorongan sosial ketimbang faktor fundamental,” ujar Brian Q.
Ia menambahkan, “Besarnya jumlah kontribusi maksimum dalam waktu sesingkat itu menimbulkan pertanyaan: apakah para pembeli benar-benar didorong oleh keyakinan jangka panjang atas teknologi MegaETH, ataukah sekadar dilanda fear of missing out (FOMO)?”
Janji MegaETH Bisa Jadi Faktor Pendorong Hype
Namun, Brian Q juga menilai bahwa lonjakan minat tersebut mungkin didorong oleh janji ambisius proyek ini sendiri. Tim pengembang MegaETH, yang dikenal sebagai MegaLabs, berhasil menghimpun dana jumbo dan mendapat dukungan dari sejumlah tokoh paling berpengaruh di industri kripto, termasuk co-founder Ethereum Vitalik Buterin dan Joe Lubin.
Baca Juga: Awas, Serangan ‘Pixnapping’ di Android Bisa Bobol Seed Phrase Crypto Wallet Anda
Selepas meluncurkan testnet pada Maret lalu, proyek ini menargetkan kecepatan hingga 100.000 transaksi per detik dengan latensi di bawah satu milidetik.
“Pada akhirnya, MegaETH mendapatkan begitu banyak sorotan karena ia menjanjikan sesuatu yang diinginkan semua orang di dunia kripto: blockchain yang secepat dan selancar aplikasi biasa, namun tetap terhubung dengan jaringan tepercaya Ethereum,” ujar Brian Q.
Ia menambahkan, “Jika tim MegaLabs mampu mewujudkan target mereka, MegaETH bisa menjadi salah satu ekstensi Ethereum paling berguna sejauh ini. Namun seperti halnya proyek kripto tahap awal lainnya, MegaETH masih bersifat eksperimental — jadi para trader dan investor sebaiknya tetap penasaran, tapi jangan ceroboh, sembari tetap menyimak bagaimana kisahnya berkembang.”
Baca Juga: Korelasi Bitcoin–Emas Menguat, BTC Ikuti Jejak Emas sebagai Penyimpan Nilai?