Bitcoin memasuki area bearish seiring permintaan institusional mengering dan indikator pasar utama menunjukkan fase turun, mengacu data dari platform analitik CryptoQuant.

Kondisi pasar Bitcoin (BTC) telah berubah menjadi yang “paling bearish” dalam bull cycle saat ini yang dimulai pada Januari 2023. Informasi ini merujuk pada laporan mingguan terbaru CryptoQuant yang dibagikan kepada Cointelegraph.

Bull Score Index CryptoQuant rontok ke level bearish ekstrem di 20/100, sementara harga BTC terperosok jauh di bawah moving average 365 hari di US$102.000, sebuah level teknikal penting dan sinyal bearish terakhir yang menandai awal bear market 2022.

Aksi turun harga ini terjadi di tengah melemahnya permintaan institusional, termasuk berkurangnya pembelian oleh perusahaan treasury Bitcoin seperti Strategy milik Michael Saylor, serta arus masuk yang minim ke exchange-traded fund (ETF).

Permintaan Korporasi atas Bitcoin Mulai Surut

Bahkan dengan manuver beli teranyar Strategy sebesar 8.178 BTC (US$835 juta), akuisisi terbesar perusahaan itu sejak Juli 2025, volume tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan banyak pembelian besar sebelumnya, ujar Julio Moreno, Head of Research CryptoQuant, dalam postingan X pada Rabu (19/11).

“Perusahaan treasury pada dasarnya sudah berhenti membeli, beberapa bahkan telah menjual sebagian dari kepemilikan mereka,” ujar Moreno, merujuk pada perusahaan seperti Metaplanet, yang pembelian BTC terbarunya terjadi pada September.

Sumber: Julio Moreno

Selain surutnya pembelian korporasi, ETF Bitcoin juga berada di bawah tekanan, dengan arus masuk year-to-date (YTD) turun menjadi US$27,4 miliar, 52% lebih rendah dibanding total tahun lalu yang mencapai US$41,7 miliar, merujuk data CoinShares.

Motor Penggerak Pasar Kini di Luar Skenario Pasar

Ketika menelusuri kembali katalis pasar besar di masa lalu, CryptoQuant menyoroti kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden 2024. Itu menjadi sebuah momen yang mengantarkan Bitcoin melesat melewati US$100.000 untuk pertama kalinya pada awal Desember.

Memasuki 2025, gelombang peluncuran berbagai Bitcoin Treasury Companies kembali mengangkat harga Bitcoin hingga melampaui US$120.000 pada Agustus. Namun kini, menurut laporan tersebut, “katalis-katalis itu sudah tidak ada lagi.” Laporan itu juga menekankan:

“Apa yang bisa menjadi katalis yang cukup kuat untuk memacu kembali permintaan Bitcoin pada 2026? Perkembangan besar nampaknya tidak ada dalam agenda (misalnya Cadangan Strategis Bitcoin Pemerintah AS), atau sudah sangat didiskon oleh pasar (The Fed kembali memangkas suku bunga).”

CryptoQuant menambahkan bahwa tren turun ini mungkin selaras dengan siklus 4 tahunan, sebuah pola yang juga terlihat pada siklus-siklus sebelumnya yang berlangsung empat tahun, seperti 2014–2017 dan 2018–2021. Di bawah kerangka itu, siklus saat ini (2022–2025) nampaknya sedang memasuki tahap akhir.

Baca Juga: Analis Kondang 'Sentil' Dunia Keuangan: “Kita Menilai Bitcoin dengan Uang Palsu”

“Apakah ini berarti harga Bitcoin akan kolaps dengan cepat? Tidak. Sejauh ini, Bitcoin mengalami penurunan 28% dan telah turun menuju level support besar US$90.000–US$92.000,” bunyi laporan tersebut, seraya menambahkan:

“Bahkan dalam bear market, harga masih bisa reli 40%–50% dalam kurun beberapa bulan. Namun kini, karena harga Bitcoin berada di bawah MA 365 hari, level tersebut berubah menjadi resistance harga yang kuat (US$102,6K).”

Laporan CryptoQuant ini dirilis beberapa jam sebelum Bitcoin sempat turun ke bawah US$90.000 pada Rabu, di mana harga anjlok hingga US$88.400, titik harga terendah sejak April 2025 menurut Coinbase. Aset kripto ini sejak itu pulih tipis dan diperdagangkan di sekitar US$91.650 pada waktu publikasi.

Baca Juga: Kapan Waktu Terbaik Beli Bitcoin? Analis Prediksi Harga Bisa Drop ke US$83.000