Penulis buku legendaris Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki, kembali menegaskan keyakinannya pada aset riil (hard asset) sebagai benteng di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ia mengaku tengah giat memborong emas, perak, Bitcoin, dan Ethereum, meskipun pasar bersiap menghadapi potensi kehancuran (crash) besar.
Dalam unggahannya di platform X pada Minggu (9/11), Kiyosaki memperingatkan soal resesi ekonomi yang sudah di ambang pintu. Namun, ia juga mengatakan bahwa ia bersiap menghadapinya dengan mengakumulasi aset yang ia sebut sebagai “uang sejati” (real money).
“Crash akan datang: Inilah alasan saya membeli, bukan menjual,” tulisnya. Ia pun menetapkan target ambisius: harga emas di US$27.000, perak di US$100, dan Bitcoin (BTC) di US$250.000 pada 2026.
Menurut Kiyosaki, proyeksi harga emas tersebut mengacu pada pandangan ekonom Jim Rickards. Sementara, target Bitcoin yang fantastis itu sejalan dengan pandangan lamanya bahwa BTC adalah pelindung sejati terhadap ‘uang palsu’ hasil cetakan Federal Reserve (The Fed).
Baca Juga: Saylor Prediksi Harga Bitcoin Bisa Tembus US$150.000 di Akhir 2025
Kiyosaki Kini Bullish pada Ether, Terinspirasi Pandangan Tom Lee
Kiyosaki juga menyatakan sikap bullish pada Ethereum (ETH). Terinspirasi dari analis Fundstrat, Tom Lee, Kiyosaki menilai bahwa Ethereum berperan sebagai blockchain utama yang menopang stablecoin, memberinya keunggulan unik dalam ekosistem keuangan global.
Ia menerangkan bahwa keyakinannya pada aset-aset tersebut berakar pada dua prinsip ekonomi klasik: Hukum Gresham (Gresham’s Law), yang berbunyi bahwa uang buruk akan mengusir uang baik dari peredaran, serta Hukum Metcalfe (Metcalfe’s Law), yang menautkan nilai suatu jaringan dengan jumlah penggunanya.
Kiyosaki, yang mengeklaim punya tambang emas dan perak, juga melontarkan kritik pedas kepada Departemen Keuangan AS dan Federal Reserve lantaran terus “mencetak uang palsu” dalam rangka menutup utang negara. Ia bahkan menyebut Amerika Serikat sebagai “negara dengan utang terbesar dalam sejarah”.
Ia kembali mengulang mantranya yang terkenal bahwa “penabung adalah pecundang” (savers are losers), dan mendesak investor untuk membeli aset riil seperti emas, perak, dan kripto, bahkan ketika pasar sedang terkoreksi sekalipun.
Sementara itu, data on-chain memberikan sinyal positif bagi Bitcoin. Platform analitik pasar Crypto Crib mencatat bahwa rasio Market Value by Realised Value (MVRV) — indikator penting yang membandingkan nilai pasar dengan nilai terealisasi Bitcoin — kini kembali ke level 1,8, angka yang secara historis kerap menjadi awal rebound 30–50%.
Baca Juga: Bitcoin di US$100K Hanyalah ‘Ganjalan Kecil’ Menuju US$56K, tapi Data Belum Beri Sinyal Panik
Arthur Hayes: Membengkaknya Utang AS Akan Jadi Bahan Bakar Reli Bitcoin
Pekan lalu, mantan CEO BitMEX, Arthur Hayes, memprediksi bahwa Federal Reserve tak akan punya pilihan selain melakukan “quantitative easing (QE) terselubung” di tengah terus membengkaknya utang pemerintah Amerika Serikat.
Dalam pandangannya, The Fed kemungkinan akan menambah likuiditas ke sistem keuangan lewat mekanisme Standing Repo Facility, yakni cara tidak langsung untuk membiayai utang Treasury tanpa secara resmi mengumumkan kebijakan QE.
Hayes menilai langkah ini akan menciptakan efek “dollar liquidity positive”, atau peningkatan likuiditas dolar yang secara alami akan mendorong harga aset berisiko naik, terutama Bitcoin serta aset kripto lainnya.
Baca Juga: Zcash (ZEC) Nyaris Tembus Top 10 Crypto saat Market Cap Sentuh US$10,6 Miliar