Cointelegraph
Helen PartzHelen Partz

Kerugian Terealisasi Bitcoin Meroket ke Level Crash FTX: Di Mana Titik Bottom?

Dengan short-term holder yang memicu aksi jual Bitcoin, kerugian terealisasi kini mencapai level historis, membuat investor bertanya-tanya di mana titik bottom bisa terbentuk.

Kerugian Terealisasi Bitcoin Meroket ke Level Crash FTX: Di Mana Titik Bottom?
Berita

Bitcoin kembali tergelincir ke level April sekitar US$83.000, di mana tekanan jual yang membludak akhirnya memaksa banyak investor menjual dalam kondisi rugi. Fenomena ini mengingatkan kita pada crash fenomenal dalam sejarah pasar.

Kerugian terealisasi Bitcoin (BTC) melonjak ke level yang tidak pernah terlihat sejak kolaps FTX tahun 2022 silam, menurut platform data blockchain Glassnode.

“Skala dan kecepatan kerugian ini mencerminkan washout signifikan dari permintaan marginal ketika pembeli baru melepas posisi mereka di tengah aksi turun,” ujar Glassnode dalam postingan X pada Jumat (21/11).

Pengamatan Glassnode muncul hanya beberapa menit sebelum Bitcoin tergelincir sampai US$80.500 di Coinbase. Ini mewakili drop 36% dari all-time high US$126.210 yang tercatat beberapa minggu lalu pada awal Oktober.

Short-term Holder Sebabkan Kapitulasi

Mengacu Glassnode, sebagian besar aksi jual dalam crash Bitcoin yang sedang berlangsung berasal dari short-term holder (STH).

Data dari platform analitik CryptoQuant membeberkan pandangan serupa. Mereka mencatat bahwa aksi jual jangka pendek “sering kali menandai local bottom jika harga segera merebut kembali cost basis”.

“Gagal melakukannya secara historis menandakan tren bearish yang lebih dalam atau mengonfirmasi bear market,” tulis CryptoQuant di X pada Kamis.

Sumber: CryptoQuant

Kendati banyak pengamat pasar menyatakan bahwa koreksi saat ini bisa menjadi sinyal akhir dari bull market yang dimulai pada 2023, tokoh industri terkemuka seperti Samson Mow dari Jan3 meragukan munculnya crypto winter kali ini.

“Bagaimana bisa kita memasuki bear market ketika bull market yang layak saja belum terjadi?” tanya Mow dalam sebuah postingan X pada Kamis, merujuk pada meningkatnya kehati-hatian di pasar.

Di Mana Titik Bottom?

Dengan Bitcoin yang bertengger di zona merah selama empat minggu beruntun dan Crypto Fear & Greed Index yang terjatuh ke kategori “Extreme Fear”, pertanyaan seputar seberapa rendah BTC bisa turun pun kini menjadi perhatian utama.

“Kita sedang menembus level-level support seperti memotong mentega, dan tidak ada yang mau mencoba menangkap pisau jatuh,” ujar CEO Quantum Economics, Mati Greenspan, kepada Cointelegraph, seraya menambahkan:

“Saya sepenuhnya menolak anggapan bahwa kita sedang menuju bear market tahun jamak. Namun dengan kecepatan meltdown saat ini, para bear mungkin mencapai target mereka jauh lebih cepat dari perkiraan.”

Adapun crash FTX pada November 2022 terjadi setelah crash Terra Luna enam bulan sebelumnya. Kala itu, Bitcoin ambruk dari sekitar US$33.000 pada Mei menjadi di bawah US$16.000 pada November. Beberapa pengamat mengaitkan kedua peristiwa itu, berspekulasi bahwa krisis likuiditas FTX mungkin dimulai lebih awal dari yang diungkapkan secara publik.

Cryptocurrencies, Analysis, Bitcoin Price
Grafik harga Bitcoin dari Januari 2022 hingga Oktober 2023 | Sumber: CoinGecko

Setelah menelurkan bottom di sekitar US$15.700, harga BTC bertahan di bawah US$20.000 selama dua bulan sebelum akhirnya memulai jalan menuju bull market yang dimulai pada 2023, menurut data CoinGecko.

Baca Juga: Peter Schiff Kecam Model Strategy ‘Fraud’, Tantang Saylor untuk Debat

Menurut sejumlah bull besar industri, titik bottom pasar kali ini bisa muncul dalam rentang waktu yang serupa.

Tom Lee, Co-founder Fundstrat Global Advisors & Head of Ethereum (ETH) treasury strategy di BitMine, memprediksi harga Bitcoin berpeluang rebound ke kisaran US$150.000 hingga US$200.000 pada akhir Januari 2026.

Baca Juga: Chart Bitcoin Isyaratkan Bottom di US$75.000, tetapi Analis Prediksi Reli 40% sebelum 2025 Usai