Peristiwa likuidasi pasar kripto senilai US$19 miliar pada hari Jumat lalu memicu perdebatan sengit di kalangan trader. Ada yang menuduh market maker sengaja mengatur aksi jual besar-besaran, namun analis menilai gejolak itu lebih sebagai bagian dari siklus deleveraging alami.
Flash crash pada Jumat (10/10) tersebut membuat open interest untuk perpetual futures di decentralized exchange (DEX) anjlok dari US$26 miliar menjadi di bawah US$14 miliar, menurut data DefiLlama.
Sementara itu, biaya protokol lending kripto melambung melewati US$20 juta pada hari Jumat, menjadi rekor harian tertinggi, dan volume mingguan DEX meroket lebih dari US$177 miliar. Total pinjaman di platform lending juga merosot di bawah US$60 miliar untuk pertama kalinya sejak Agustus.
Baca Juga: Altcoin Biasanya Ambruk Keras sebelum Altcoin Season, Akankah Sejarah Berulang?
Sebagian Analis Menyebutnya Reset Pasar yang Organik
Walau sederet trader menuding adanya koreksi terkoordinasi akibat glitch platform dan manuver pelaku besar, data blockchain justru mengindikasikan bahwa mayoritas rekor likuidasi itu berlangsung secara organik.
Saat crash pada Jumat lalu, open interest longsor US$14 miliar. Namun, setidaknya 93% dari penurunan itu merupakan “deleveraging terkontrol, bukan cascade,” terang Axel Adler Jr, analis di platform data blockchain CryptoQuant.
Dari total US$14 miliar tersebut, hanya sekitar US$1 miliar posisi long Bitcoin (BTC) di US$111.197 yang terlikuidasi, yang menurut Adler merupakan “momen kedewasaan besar bagi Bitcoin,” ungkapnya dalam unggahan X pada Selasa.
Baca Juga: Pro-Crypto sejak 2017, Tom Lembong: Bitcoin Adalah “The Only Real Crypto”
Tetapi, tak semua pihak yakin peristiwa itu murni mekanis. Sejumlah pengamat pasar menuding market maker turut memperparah keruntuhan dengan menarik likuiditas dari exchange pada momen-momen krusial.
Berdasarkan data order book, market maker diduga menciptakan “kekosongan likuiditas” yang makin memperdalam koreksi, papar investigator blockchain YQ.
Market maker mulai mengosongkan likuiditas sekitar pukul 9 malam UTC pada Jumat, sejam setelah ancaman tarif dari Presiden AS Donald Trump.
Dan pada pukul 9:20 malam UTC, sebagian besar token sudah anjlok ke titik terendah, sementara market depth (kedalaman pasar) pada token yang terlacak jatuh tinggal US$27.000, atau ambruk 98%, ungkap YQ dalam unggahan X pada Senin.
Platform data blockchain Coinwatch juga menyoroti kolapsnya market depth hingga 98% di Binance, crypto exchange terbesar dunia.
“Begitu harga token terperosok, kedua market maker langsung menyapu bersih order book. Sekitar 1,5 jam kemudian, Blue kembali menyalakan bot mereka dan menyuntikkan likuiditas dalam kadar yang hampir sama dengan sebelumnya. Turquoise, meski tercatat kembali di order book, kontribusinya boleh dibilang minim,” terang Coinwatch lewat unggahan X pada Minggu.
Merujuk pada satu token lain yang terdaftar di Binance dengan valuasi lebih dari US$5 miliar, dua dari tiga market maker dikatakan “meninggalkan kewajiban mereka selama 5 jam penuh”.
Coinwatch juga mengaku tengah berdiskusi dengan dua market maker tersebut guna “mempercepat kembalinya mereka mengisi order book.”
Baca Juga: Awas, Serangan ‘Pixnapping’ di Android Bisa Bobol Seed Phrase Crypto Wallet Anda