Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, ternyata sudah memercayai masa depan gemilang aset kripto sejak 2017 silam. Pengakuan ini ia sampaikan dalam siniar (podcast) Leon Hartono bertajuk “Ekonomi Sulit, 5.12% Rekayasa atau Riil?” yang tayang pada 25 Agustus lalu.
Di saat Bank Indonesia (BI) gencar memperketat regulasi Bitcoin pada 2017, Tom—seorang kontrarian—justru sudah melihat peluang emas pada aset ini. Pandangan tersebut semakin menarik karena ia berasal dari sektor keuangan tradisional (TradFi). Rekam jejaknya meliputi posisi di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (1995), bankir di Deutsche Securities Indonesia (1999), dan Wakil Presiden Senior Badan Penyehatan Perbankan Nasional (2000–2002).
Bitcoin sebagai Aset Crypto Sejati
Menurut Tom, tahun 2017 adalah momen krusial. Saat BI berencana melarang aset ini, ia justru tampil sebagai pendukung awal. Hingga kini, ia tetap teguh bahwa “Bitcoin is the only real crypto”.
Keyakinan ini berakar pada prinsip kelangkaan dan desentralisasi Bitcoin (BTC) yang membuatnya unik di antara ribuan aset digital lain. Banyak crypto lain, ucapnya, menyerupai sekuritas perusahaan lantaran ada pihak penerbit yang bisa mengendalikan pasokan maupun kebijakan. Sebaliknya, Bitcoin dianggap sebagai penyimpan nilai murni yang tidak dapat dimanipulasi. Filosofi ini sejalan dengan pandangan Michael Saylor, pendiri MicroStrategy, yang menilai Bitcoin sebagai cadangan nilai terbaik untuk menghadapi inflasi.
Meski begitu, Tom tidak menutup mata pada kategori aset lain. Ia menyinggung adanya aset crypto lain yang dikelola oleh lembaga kredibel seperti XRP. Ia menilai, altcoin ini akan tetap memiliki potensi sepanjang penerbit menjaga reputasinya. Ia juga menggarisbawahi peran penting stablecoin yang nilainya dipatok ke dolar AS, biasanya lewat dukungan aset riil berupa obligasi pemerintah, sehingga berfungsi menjaga stabilitas di pasar crypto.
Berbeda dengan Tom, ada pula tokoh TradFi seperti Raoul Pal, mantan eksekutif Goldman Sachs, yang memilih diversifikasi ke Ethereum (ETH) dan aset crypto terkemuka lainnya. Pal percaya masa depan keuangan akan ditentukan oleh konsep “everything code”, di mana blockchain besar masing-masing memainkan peran krusial.
Tren Investor Kripto Indonesia
Pandangan Tom hadir di tengah lonjakan minat investor Indonesia pada aset crypto. Laporan HSBC bertajuk Affluent Investor Snapshot 2025: A Quality of Life Special Report mencatat porsi investasi kripto di kalangan investor kaya naik menjadi 8% pada 2025, tumbuh dua poin persentase dari tahun sebelumnya. Fakta ini menjadi sinyal bahwa crypto tidak lagi dipandang sebagai sekadar instrumen spekulatif, melainkan kian mapan sebagai kelas aset resmi.
Lonjakan minat ini juga tergambar jelas dari pertumbuhan monumental jumlah investor kripto. Per Juli 2025, angkanya sudah tembus 16,5 juta orang, sebuah kenaikan signifikan 4,11% dari Juni 2024 yang tercatat 15,85 juta investor. Berbagai proyeksi bahkan meramalkan jumlah investor akan melampaui 21 juta pada penghujung tahun 2025. Proyeksi ini menunjukkan semakin meluasnya literasi finansial masyarakat dan minat pada alternatif investasi di luar instrumen konvensional.