Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pada Minggu (9/11) bahwa sebagian besar warga AS akan menerima “dividen” sebesar US$2.000 yang berasal dari pendapatan tarif, sekaligus mengkritik pihak oposisi yang menentang kebijakan tarif besar-besaran miliknya.
“Dividen setidaknya sebesar US$2.000 per orang, tidak termasuk mereka yang berpenghasilan tinggi, akan diberikan kepada semua orang,” ujar Trump di platform Truth Social.
Mahkamah Agung AS saat ini sedang mendengarkan argumen mengenai legalitas kebijakan tarif tersebut. Mayoritas pelaku pasar prediksi bertaruh bahwa pengadilan tidak akan menyetujuinya.
Menurut platform prediksi Kalshi, peluang Mahkamah Agung untuk menyetujui kebijakan ini hanya sekitar 23%, sementara di Polymarket peluangnya berada di 21%. Trump pun mempertanyakan hal itu:
“Presiden Amerika Serikat diizinkan, dan telah disetujui sepenuhnya oleh Kongres, untuk menghentikan seluruh perdagangan dengan negara asing, yang jauh lebih memberatkan daripada tarif, serta memberi lisensi kepada negara asing. Tapi mengapa tidak diizinkan untuk memberlakukan tarif sederhana pada negara asing, bahkan untuk alasan keamanan nasional?”
Investor dan analis pasar menyambut pengumuman ini sebagai bentuk stimulus ekonomi yang berpotensi mendorong harga kripto dan aset lainnya, seiring sebagian dari stimulus tersebut yang kemungkinan akan mengalir ke pasar.
Namun, para analis juga memperingatkan akan dampak negatif jangka panjang dari kebijakan “dividen tarif” yang diusulkan tersebut.
Baca Juga: Standard Chartered Beber Faktor Satu Ini Akan Antar Harga Bitcoin ke US$200.000
Investor Anggap sebagai Stimulus Ekonomi, Tapi Ada Risiko Jangka Panjang
Menurut analis investasi dari The Kobeissi Letter, sekitar 85% orang dewasa di AS diperkirakan akan menerima cek stimulus sebesar US$2.000, berdasarkan data distribusi dari stimulus ekonomi era COVID-19.
Meski sebagian stimulus akan masuk ke pasar dan mendorong harga aset, The Kobeissi Letter menegaskan bahwa efek jangka panjang dari kebijakan semacam ini adalah inflasi mata uang fiat dan penurunan daya beli masyarakat.
“Kalau Anda tidak menempatkan uang US$2.000 itu ke dalam aset, nilainya akan terkikis oleh inflasi, atau sekadar digunakan untuk membayar bunga utang dan dikirim ke bank,” ucap analis dan pendukung Bitcoin Simon Dixon.
“Pasar saham dan Bitcoin hanya tahu satu arah setiap kali ada stimulus — naik,” tutur investor dan analis pasar Anthony Pompliano menanggapi pengumuman Trump tersebut.
Baca Juga: Grafik Bitcoin Serupai Gelembung Kedelai 1970-an, Akankah BTC Crash ke US$60K?