Poin Penting
Sejumlah altcoin, termasuk token ATOM Cosmos, sempat anjlok mendekati nol di Binance saat crash pasar kripto pada hari Jumat.
Altcoin-altcoin yang sama masih mempertahankan nilai pasar riil di crypto exchange terpusat lainnya.
Pada 10 Oktober, pasar kripto mengalami guncangan paling parah sejak kolapsnya FTX. Kapitalisasi pasar total terpangkas sekitar US$850 miliar hanya dalam hitungan jam.
Bitcoin (BTC) terkoreksi sekitar 10–15%, dari puncak hampir US$124.000 ke titik terendah US$105.000. Namun, altcoin mengalami nasib yang lebih buruk, terutama yang diperdagangkan di Binance, di mana banyak yang terjun 99,99–100% hanya dalam hitungan menit.
Di antaranya mencakup token seperti Cosmos (ATOM) US$3,48, IoTeX (IOTX) US$0,01, dan Enjin (ENJ) US$0,05, yang harganya di Binance sempat menyentuh nol.
Sebagai pembanding, ATOM jatuh 53% di exchange pesaing, sementara IOTX dan ENJ terkoreksi masing-masing 46% dan 64,5%. Namun, tidak ada yang mencapai valuasi nol di tempat lain, fenomena ini secara eksklusif hanya terjadi di Binance.
Mengapa Barisan Altcoin Ini Bisa Crash ke 0?
Sekitar US$20 miliar posisi kripto terhempas likuidasi selama crash 9–10 Oktober. Dengan kata lain, sekitar 20 kali lebih besar ketimbang gejolak pasar saat pandemi COVID-19 tahun 2020 silam. Lebih dari 1,6 juta trader tersapu habis posisinya akibat leverage.
Mayoritas trader menggunakan leverage (dana pinjaman) di Binance untuk memperbesar potensi profit.
Arthur Hayes, Co-founder BitMEX, mengatakan bahwa exchange besar termasuk Binance tengah “melikuidasi agunan yang terkait dengan posisi cross-margin”, yang memperparah arus jual.
Dengan kata lain, ketika harga mulai tumbang, Binance secara otomatis menjual altcoin yang dipakai sebagai agunan untuk menutup kerugian. Hal itu tak pelak menambah tekanan jual, membuat harga anjlok lebih cepat.
Saat harga makin runtuh, sistem perdagangan Binance mengalami overload. Sejumlah pengguna melaporkan akun mereka membeku, stop-loss gagal dieksekusi, hingga order yang tertunda.
Bersamaan dengan itu, beberapa analis menyebut bahwa market maker seperti Wintermute menarik dana mereka dari Binance lantaran keterlambatan sistem.
Baca Juga: Mengapa Likuidasi Crypto Terparah Tempo Hari Tak Berimbas ke Fundamental Jangka Panjang?
Artinya, order beli nyaris tidak ada untuk beberapa saat, sehingga sistem menampilkan harga “nol” pada sejumlah koin — walau token tersebut tetap punya nilai di tempat lain.
Fenomena “flash crash” semacam ini juga pernah terjadi pada tahun 2017 silam, ketika Ethereum sempat ambrol ke US$0,10 di GDAX setelah banjir order jual otomatis.
Binance Curahkan Permohonan Maaf
Yi He, Co-founder Binance & Chief Customer Service Officer, mengeluarkan pernyataan maaf, menyatakan bahwa “sebagian pengguna mengalami masalah pada transaksi mereka” di tengah volatilitas ekstrem dan lonjakan traffic platform.
CEO Richard Teng juga turut menghaturkan maaf, dengan menyatakan:
“Saya benar-benar memohon maaf kepada semua yang terdampak. Kami tidak mencari alasan — kami mendengarkan dengan saksama, belajar dari kejadian ini, dan berkomitmen untuk memperbaiki diri.”
Binance menegaskan bahwa mereka akan mengganti rugi pengguna dengan kerugian yang dapat diverifikasi langsung akibat kegagalan sistem atau platform. Namun, kerugian akibat fluktuasi harga maupun profit yang belum terealisasi tidak masuk dalam kriteria kompensasi.
Baca Juga: Usai Crash Brutal, Harga Bitcoin Bisa Memantul 21% dalam 7 Hari jika Sejarah Berulang: Ekonom
Artikel ini tidak berisi saran atau rekomendasi investasi. Setiap langkah investasi dan trading mengandung risiko, dan pembaca harus melakukan riset mandiri sebelum mengambil keputusan.