Para pengamat pasar kripto sedang bersiap menghadapi potensi pergerakan harga seiring shutdown pemerintah AS yang bersejarah nampaknya semakin dekat berakhir.

Pemerintah AS secara teknis masih tutup pada waktu publikasi, tetapi sebuah resolusi lanjutan yang akan mendanai layanan-layanan pemerintah penting hingga Januari telah berhasil melewati Senat dan kini menuju ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Shutdown ini memengaruhi sejumlah fungsi federal yang vital, termasuk kemampuan regulator sekuritas dan komoditas untuk menyetujui listing kripto. Proses legislasi juga terhenti total, membuat kemungkinan RUU kerangka kerja kripto disahkan sebelum akhir tahun makin kecil.

Setelah penutupan pemerintah terakhir, harga Bitcoin (BTC) sempat melonjak. Namun, kondisi kali ini berbeda; ada hambatan makro yang jauh lebih berat bagi pasar kripto.

Senat memberikan suara 60-40 untuk mengakhiri shutdown pada Senin | Sumber: US Senate

Pasar Kripto Melesat Pasca Shutdown Pemerintah 2019

Shutdown pemerintah AS saat ini telah memasuki hari ke-43, menjadikannya yang terpanjang dalam sejarah negara tersebut. Rekor sebelumnya berlangsung selama 35 hari, juga terjadi di era Trump pada masa jabatan pertamanya.

Shutdown pemerintah terjadi ketika Kongres gagal mencapai kesepakatan untuk mendanai aktivitas pemerintahan. Akibatnya, pemerintah secara harfiah tidak memiliki anggaran dan tidak dapat melanjutkan sejumlah kegiatan kritis, termasuk menyalurkan bantuan pangan bagi keluarga berpenghasilan rendah hingga membayar para pekerja penting seperti pengendali lalu lintas udara.

Baca Juga: Dan Tapiero: Bull Run Bitcoin Masih Aktif, tapi Koreksi 70% 'Mengintai'

Bagi industri kripto, hal ini berarti lembaga seperti Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC) hanya beroperasi dengan staf minimal. SEC AS tidak dapat memberikan keputusan terkait berbagai pengajuan produk kripto seperti exchange-traded fund (ETF).

Dampaknya ke ekonomi tidak terbantahkan. Greg Daco, kepala ekonom di firma konsultasi EY-Parthenon, mengatakan akan ada “kehilangan aktivitas ekonomi yang terlihat dan permanen sebagai akibat dari shutdown pemerintah”.

Namun pasar, termasuk aset kripto utama seperti Bitcoin, tidak terpengaruh sebesar itu. Situasi yang sama terjadi selama shutdown 2018–2019 di masa Trump.

Kala itu, harga Bitcoin turun sekitar 16%, dari US$4.200 menjadi US$3.500. Namun setelah pemerintah dibuka kembali, harga Bitcoin melesat hingga US$13.000—lonjakan hampir 300%—hanya dalam lima bulan.

Hampir tujuh tahun kemudian, Bitcoin kembali turun selama periode shutdown, meski dengan margin lebih kecil yakni 12%. Harga Bitcoin memulai shutdown di kisaran US$120.000 dan kini diperdagangkan di sekitar US$105.000.

Para analis kini mengamati kemungkinan bull run lain di pasar kripto setelah Washington kembali dibuka. Menurut Ben Lilly, analis di JLabs Digital dan Brownstone Research, ada “beberapa katalis di sekitar pasar yang dapat menciptakan angin penopang kuat bagi aset digital”.

“Beberapa katalis tersebut antara lain potensi pemangkasan suku bunga Federal Reserve dengan probabilitas pemotongan 25bps saat ini berada di 67%, akun TGA yang kembali menambah likuiditas ke pasar saat shutdown berakhir, berakhirnya kebijakan pengetatan kuantitatif pada Desember sebagaimana disampaikan Federal Reserve, dan pasar kripto belum mencetak keuntungan signifikan sepanjang 2025 sehingga kita mungkin melihat perusahaan mulai memposisikan diri pada Desember untuk 2026 alih-alih melakukan profit-taking untuk musim pajak seperti tahun lalu,” ujarnya.

Meski begitu, Lilly menilai shutdown pemerintah “menjadi selimut basah” bagi pasar kripto. Menurutnya, hal tersebut menyebabkan “hilangnya momentum yang membuat aset digital melewatkan banyak keuntungan yang direalisasikan di pasar ekuitas”.

Nic Puckrin, analis kripto dan co-founder The Coin Bureau, juga masih ragu terhadap potensi lonjakan pasca-shutdown.

“Pasar kripto sedang kesulitan memulihkan momentum sejak kekacauan Oktober, dan Bitcoin nampaknya menghadapi pertarungan tanpa henti, terseret oleh penguatan dolar AS, imbal hasil Treasury yang lebih tinggi, holder jangka panjang yang menjual, serta ketidakpastian makro.”

Cek Stimulus Lagi?

Sejarah mungkin tidak berulang, tetapi sering kali berima. Mengutip arus masuk pendapatan besar dari tarif perdagangan yang ia terapkan sepanjang tahun ini, Trump mengumumkan bahwa ia akan mengeluarkan cek stimulus senilai US$2.000 untuk masyarakat Amerika.

Sumber: Donald Trump

Pada masa krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19, Trump mengeluarkan cek stimulus US$1.200 untuk warga Amerika, dan hal itu memicu lonjakan harga kripto.

Sebagaimana dicatat oleh akun X pseudonim Ash Crypto, “Terakhir kali ini terjadi, itu memulai bull run kripto 2021 ketika Bitcoin meroket dari US$3.800 menjadi US$69.000”.

The Kobeissi Letter, sebuah newsletter pasar global, mengatakan mereka memperkirakan lonjakan harga, mengingat kombinasi potensi pemangkasan suku bunga, rekor tertinggi, dan cek stimulus: “Bersiaplah.”

Namun, platform trading seperti Robinhood—yang mencatat volume rekor ketika penerima cek stimulus membelanjakan uangnya untuk saham dan kripto—mungkin perlu menahan diri sebelum merayakannya.

Pertama, belum jelas bentuk pembayaran itu akan seperti apa, atau apakah akan terealisasi. Trump mengatakan warga kelas menengah dan berpenghasilan rendah akan memenuhi syarat, tetapi tidak merinci ambang penghasilan. Dia juga berjanji akan menggunakan uang tersisa untuk melunasi sebagian utang nasional AS.

Kedua, kebijakan tarif Trump tengah berada dalam sorotan hukum intens ketika Mahkamah Agung mempertimbangkan apakah kebijakan itu legal. Konstitusi menyatakan bahwa Kongres memiliki wewenang untuk menetapkan tarif, tetapi sepanjang tahun ini Trump telah memberlakukan tarif baru atas barang impor tanpa persetujuan legislatif. Jika pengadilan memutuskan melawan Trump, hal itu dapat memotong salah satu pilar utama kebijakan ekonominya serta kemampuannya untuk memungut dan mendistribusikan tarif dalam bentuk cek stimulus.

Ada banyak faktor yang mirip antara shutdown pemerintah 2019 dan yang sedang berlangsung. Namun indikator penting seperti suku bunga, serta gejolak politik tambahan di pemerintahan Trump, membuat hasil bullish jauh dari kepastian.

Baca Juga: 2026 Diprediksi Akan Jadi Tahun Bull Market Crypto Sesungguhnya, Ini Alasannya