Para trader crypto yang menggunakan leverage berlebihan terhantam likuidasi hampir US$2 miliar dalam salah satu "flush-out" (pembersihan) pasar paling brutal tahun ini pada hari Senin (22/9). Sebagian analis menyalahkan faktor teknikal, bukan melemahnya fundamental pasar.
Lebih dari 370.000 trader telah terhantam likuidasi hingga US$1,8 miliar (Rp30.000 triliun) dalam 24 jam terakhir, menurut data dari CoinGlass.
Mayoritas posisi tersebut adalah taruhan pada Ethereum dan Bitcoin, sementara altcoin juga terkena pukulan telak.
Likuidasi terjadi saat kapitalisasi pasar kripto anjlok lebih dari US$150 miliar, terjun bebas ke rekor terendah dua minggu di US$3,95 triliun saat Bitcoin (BTC) runtuh di bawah US$112.000 di Coinbase dan Ether (ETH) jatuh di bawah US$4.150. Fenomena ini menjadi aksi turun paling signifikan sejak pertengahan Agustus.
Situasi nampaknya berangsur mereda sekarang, dan aset-aset utama sudah mulai menemukan support sementara. Namun, bukan mustahil bakal ada lebih banyak tekanan apabila koreksi September sebelumnya menjadi acuan.
Trader Crypto Kelebihan Leverage: Kisah Lama, Terulang Kembali
Pendiri Real Vision, Raoul Pal, berujar bahwa hal yang sama terjadi berulang kali. Ia menambahkan, “pasar kripto fokus pada breakout besar, menggunakan leverage long sebelum itu, lalu upaya pertama gagal sehingga semua orang terlikuidasi... baru kemudian breakout yang sesungguhnya terjadi, menyisakan semua orang di pinggir lapangan”.
CoinGlass melaporkan ini adalah peristiwa likuidasi long terparah tahun ini. Sebagai pengingat, peristiwa likuidasi serupa juga terjadi pada akhir Februari, awal April, dan awal Agustus, saat pasar spot kehilangan ratusan miliar dolar dalam periode yang sangat singkat.
Sebagian Pihak Salahkan Leverage Altcoin
Seorang peneliti bernama "Bull Theory" menyalahkan flush besar-besaran ini pada "ketimpangan yang berlebihan" dari leverage altcoin dibandingkan dengan Bitcoin. Likuidasi untuk Ethereum sendiri mencapai lebih dari US$500 juta. Artinya, lebih dari dua kali lipat dari posisi long Bitcoin.
“Ketika leverage altcoin menjadi sangat ekstrem, pasar tidak mengabaikannya. Satu pergerakan tajam ke bawah akan memicu likuidasi berantai. Begitulah cara Anda menguras investor lemah dan mengatur ulang papan permainan,” ujarnya.
Nassar Achkar, Chief Strategy Officer di exchange CoinW, mengatakan bahwa flush out tersebut “lebih mungkin menjadi penyesuaian jangka pendek alih-alih pergeseran dalam reli bull struktural jangka panjang, karena jalur pelonggaran di masa depan tetap mendukung aset berisiko seperti Bitcoin”.
Potensi Kembali ke Zona Support
Sementara itu, analis pasar IG, Tony Sycamore, menuturkan kepada Cointelegraph bahwa Bitcoin tidak berkorelasi dengan saham teknologi ataupun emas baru-baru ini. Namun, hal ini bisa jadi “utamanya disebabkan oleh faktor teknikal dan perlu lebih banyak waktu untuk mengoreksi kenaikan luar biasa ke level tertinggi di bulan Agustus (US$125.000) selama 12 bulan terakhir dan untuk terus menetralkan indikasi overbought”.
Secara teknikal, drop kembali ke zona support US105.000–US100.000, yang mencakup moving average 200 hari di US$103.700, masuk akal. Ini akan menguras beberapa investor lemah dan para pemain yang baru datang belakangan. "Dan saya pikir hal ini akan menciptakan peluang beli yang bagus untuk reli hingga akhir tahun," lanjutnya.
Bitcoin hanya terkoreksi sekitar 13% pada awal September sejak puncaknya di pertengahan Agustus. Adapun koreksi terkini dari rekor all-time high (ATH) berada di 9,5% walaupun terjadi crash pekan ini, yang tergolong dangkal bila dibandingkan dengan koreksi di tahun-tahun bull market sebelumnya.
Sebagai catatan, BTC tergelincir dalam 8 dari 13 bulan September terakhir, namun masih terapresiasi sekitar 4% bulan ini. Secara historis, kinerja BTC jauh lebih baik di "Uptober".