Poin Penting:

  • Penerimaan pajak kripto per Agustus 2025 tembus Rp1,61 triliun, kontribusi hampir 4% dari total pajak ekonomi digital.

  • Aturan baru PMK 50/2025 menghapus PPN kripto, kini hanya dikenakan PPh final 0,21% untuk transaksi domestik.

  • Jumlah investor kripto di Indonesia terus melambung, tembus 15,85 juta per Juni 2025 dengan transaksi Rp32,31 triliun.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari pajak kripto hingga 31 Agustus 2025 mencapai Rp1,61 triliun. Angka ini naik tipis dari bulan sebelumnya Rp1,55 triliun, sekaligus berkontribusi sekitar 4% dari total penerimaan pajak digital Rp41,09 triliun.

Secara rinci, penerimaan kripto terdiri dari Rp770,42 miliar dari PPh Pasal 22 dan Rp840,08 miliar dari PPN Dalam Negeri (PPN DN). Walau kontribusinya relatif kecil dibanding PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mencapai Rp31,85 triliun, tren pajak kripto menunjukkan potensi besar di masa depan.

Lonjakan Penerimaan Pajak Kripto

Data historis mengungkap progres positif: pada 2022, pajak kripto hanya menyumbang Rp246,45 miliar, lalu naik menjadi Rp220,83 miliar pada 2023, kemudian meroket ke Rp620,4 miliar per 2024, dan sepanjang 2025 nilainya sudah terkumpul Rp522,82 miliar.

Tren ini sejalan dengan lonjakan jumlah investor kripto. Merujuk data OJK, per Juni 2025 jumlah konsumen kripto di Indonesia tembus 15,85 juta orang, naik 7,24% dibanding Mei 2025 yang tercatat 14,78 juta. Sementara itu, total transaksi kripto per Juni berhasil tembus angka fantastis di Rp32,31 triliun.

Adapun perubahan regulasi dinilai turut mendongkrak kenaikan penerimaan pajak dari sektor ini. Sejak 1 Agustus 2025, pemerintah memberlakukan PMK Nomor 50/2025 yang menetapkan kripto sebagai aset keuangan digital alih-alih komoditas. Implikasinya, transaksi kripto tidak lagi dikenakan PPN, melainkan hanya PPh final sebesar 0,21% untuk transaksi domestik. Sementara untuk transaksi melalui platform luar negeri, tarifnya lebih tinggi, yakni 1%.

Kebijakan ini sekaligus menyelaraskan dengan UU P2SK 2023, yang memindahkan tongkat estafet pengawasan kripto dari Bappebti ke OJK. Status baru kripto yang disetarakan dengan surat berharga dianggap memberi kepastian hukum yang lebih terang bagi investor maupun regulator.

Fokus Pemerintah: Optimalisasi Alih-alih Beban Baru

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya menegaskan bahwa tidak akan ada pajak baru maupun kenaikan tarif pada 2026 mendatang. Fokus pemerintah, menurutnya, ialah memperkuat basis penerimaan dengan optimalisasi sistem digital dan juga kepatuhan wajib pajak, bukan membebani masyarakat dengan pungutan baru.

“Strateginya adalah menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan iklim investasi yang sehat,” terangnya.

Dengan basis investor kripto yang terus bertambah, serta sistem pajak yang semakin matang, penerimaan dari sektor ini diperkirakan akan terus memberi warna dalam pundi-pundi negara.